Rabu, 25 April 2012

Eksepsi dalam perkara Pidana


Keberatan ( Eksepsi )
Suatu keberatan disebut juga dengan istilah eksepsi dalam praktek adalah salah satu hak dari terdakwa untuk menjawab / membantah surat dakwaan ( M.P PANGARIBUAN )
Eksepsi itu ada stelah surat dakwaan selesai dibacakan.
Alat pembelaan dengan tujuan yang utama untuk menghindari diadakan putusan tentang pokok perkara karena apabila tangkisan ini diterima oleh pengadilan, pokok perkara karena apabila tangkisan ini diterima oleh pengadilan, pokok perkara tidak perlu diperiksa /dan diputus ( Raden achmad S Soema dopradja, SH )
Macam macam eksepsi (156 kuhap)
1.Keberatan dakwaan tidak dapat diterima :
1.       Dakwaan telah kada luarsa (78)
2.       Nebis In idem
3.       Tidak ada unsure pengaduan
4.       Unsure tiddak sesuai dengan tindak pidana yang dialkukan.
5.       Bukan merupakan tindak pidana tapi perdata.
2. Keberatan tidak berwenang mengadili :
a. kewenangan absolut
b.kewenangan relative.
3. Keberatan surat dakwaan harus dibatalkan :
-          tidak memenuhi syarat materiil.

Bentuk surat Eksepsi :
Lembar sampul yang berisi No perkara, nama perdakwa, tim pembela dan pengadilan negeri yang memeriksa.
Pendahuluan eksepsi, yang berisi hal hal yang bersifat umum sebagai visi untuk melihat perkara (eksepsi secara umum )
Eksepsi secara tekhnis (dalam arti sempit)
Kesimpulan dan permohonan.

Selasa, 24 April 2012

Analisa Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL )


Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No. 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak besar”.  Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, pada UU No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan .....”.

Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin.

Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain:

  • AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
  • Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
  • Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
  • Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
  • Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Selain ke - 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi tersebut, yaitu:

  • Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
  • Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
  • Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Kaitan UU No. 32 Tahun 209 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008:


Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah menerbitkan peraturan menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun Dokumen AMDAL (Permen. LH No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4  Permen. LH No. 11 Tahun 2008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu dokumen AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim dan 2 orang Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat kompetensi. Sementara amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 28 adalah ”Penyusun dokumen sebagaimana ... wajib memiliki sertifikat penyusun dokumen AMDAL".  Jika yang dimaksud "penyusun dokumen AMDAL" pada undang-undang lingkungan yang baru adalah seluruh tim yang ada dalam suatu proses penyusunan dokumen AMDAL, maka dengan demikian Permen. LH No. 11 Tahun 2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi. Implikasinya selanjutnya adalah masa berlakunya persyaratan tersebut harus mundur sampai ada peraturan menteri yang secara rinci mengatur tentang hal itu sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada KLH untuk membuat peraturan yang mengatur lebih rinci hal tersebut.

Kaitan dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008:


Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan pengaturan yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku efektif pada tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi komisi penilai diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan yang menerbitkan lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi. Sementara dalam UU No. 32 Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus dilisensi selain komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota, tetapi juga terhadap komisi penilai AMDAL pusat dan propinsi yang bukti lisensinya diberikan oleh masing-masing pejabatnya (Menteri, gubernur, bupati dan walikota). Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk pengawasan terhadap pemberian lisensi tersebut jika masing-masing pejabat berhak mengeluarkan bukti lisensi terhadap komisi penilainya. Maka dalam perubahan Permen No. 06 Tahun 2008, KLH harus mengetatkan persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi penilai masing-masing daerah termasuk untuk komisi penilai penilai pusat.

AMDAL
Legalisasi pendirian pabrik kimia? Jangan pernah lupakan faktor AMDAL. Mungkin teman-teman sekalian sudah sering sekali mendengar istilah AMDAL, bahkan tahu bahwa istilah ini merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Namun, tahukah teman-teman usaha/kegiatan apa saja yang diwajibkan untuk menyusun AMDAL? Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan AMDAL? Dan bagaimana prosedur pengajuan AMDAL? Bagi yang belum tahu mungkin ulasan di bawah ini bisa membantu.
Apa yang dimaksud dengan AMDAL?
Berdasarkan PP no. 27 tahun 1999, definisi AMDAL ialah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dokumen AMDAL terdiri dari beberapa bagian:
  1. Dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL)
  2. Dokumen analisis dampak lingkungan
  3. Dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL)
  4. Dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL)
Siapa pihak-pihak terkait dalam penyusunan AMDAL?
  1. Pemrakarsa
    Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha/kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya.
  2. Komisi penilai
    Komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
  3. Masyarakat yang berkepentingan
Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan seperti kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
Bagaimana prosedur AMDAL?
Prosedur AMDAL terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
  1. Penapisan (screening) wajib AMDAL
Menentukan apakah suatu rencana usaha/kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Berdasarkan Kepmen LH no 17 tahun 2001, terdapat beberapa rencana usaha dan bidang kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, yaitu: pertahanan dan keamanan, pertanian, perikanan, kehutanan, kesehatan, perhubungan, teknologi satelit, perindustrian, prasarana wilayah, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, pengembangan nuklir, pengelolaan limbah B3, dan rekayasa genetika. Kegiatan yang tidak tercantum dalam daftar wajib AMDAL, tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung, termasuk dalam kategori menimbulkan dampak penting, dan wajib menyusun AMDAL. Kawasan lindung yang dimaksud adalah hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam, dan lain sebagainya.
  1. Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
  1. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
    Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya. Apabila dalam 75 hari komisi penilai tidak menerbitkan hasil penilaian, maka komisi penilai dianggap telah menerima kerangka acuan.
  2. Peyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
    Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Bagaimana jika usaha/kegiatan tidak diwajibkan menyusun AMDAL?
Usaha/kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). UKL dan UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan izin. melakukan usaha dan atau kegiatan.
Sumber: Situs Kementrian Lingkungan Hidup, Diktat Kuliah Pengelolaan Limbah Industri TK-ITB

Macam - macam perijinan







MACAM - MACAM
PERIZINAN
 
Persyaratan untuk memperoleh ijin usaha pertambangan
IUP eksplorasi adalah izin yang diberikan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan dalam rangka pertambangan. Menurut Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”), IUP eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.
Persyaratan Untuk Memperoleh IUP Eksplorasi
Pasal 23 PP 23/2010 mengatur bahwa persyaratan IUP Eksplorasi meliputi persyaratan:
  1. Administratif;
  2. Teknis;
  3. Lingkungan; dan
  4. Finansial
A.  Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk badan usaha meliputi:
a.       Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.       surat permohonan;
2.       susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3.       surat keterangan domisili.
b.      Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dari batuan:
1.       surat permohonan;
2.       profil badan usaha;
3.     akta pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4.       nomor pokok wajib pajak;
5.       susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6.      surat keterangan domisili.
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk koperasi meliputi:
a.       Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.       surat permohonan;
2.       susunan pengurus; dan
3.       surat keterangan domisili.
b.      Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan:
1.       surat permohonan;
2.       profil koperasi;
3.    akta pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4.       nomor pokok wajib pajak;
5.       susunan pengurus; dan
6.       surat keterangan domisili.
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk orang perseorangan, meliputi:
a.       Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.       surat permohonan; dan
2.       surat keterangan domisili.
b.      Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan:
1.       surat permohonan;
2.       kartu tanda penduduk;
3.       nomor pokok wajib pajak; dan
4.       surat keterangan domisili.
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:
a.       Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.       surat permohonan;
2.       susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
3.       surat keterangan
b.      Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dari batuan:
1.       surat permohonan;
2.       profil perusahaan;
3.     akta pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4.       nomor pokok wajib pajak;
5.       susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6.       surat keterangan domisili.
B.      Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk IUP Eksplorasi, meliputi:
1.  daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
2. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional,
C.      Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
D.      Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam huruf d untuk IUP Eksplorasi, meliputi:
1.  bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan
2.  bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.


Tanda Daftar Perusahaan
Tanda Daftar Perusahaan (TDP) adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Setiap perusahaan wajib memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP) baik berbentuk badan hukum, koperasi, perorangan, dll.
Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan, atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberi surat kuasa.
Tanda Daftar Perusahaan berlaku selama Perusahaan tersebut masih beroperasi dan wajib didaftarkan ulang setiap 5 (lima) tahun.
Perusahaan yang dikecualikan dari Wajib Daftar Perusahaan adalah :
  1. Setiap perusahaan yang berbentuk jawatan (Perjan).
  2. Perusahaan kecil perorangan yang tidak memerlukan izin usaha

Dasar Hukum :
  1. Undang-undang  Republik Indonesia No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 14 tahun 2002 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
  3. Surat Keputusan Menperindag No:596/MPP/Kep/9/2004 tentang Standart Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan


TDP PT (Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas)
Tanda Daftar Perusahaan (TDP) adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Setiap perusahaan wajib memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP) baik berbentuk badan hukum, koperasi, perorangan, dll.
Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan, atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberi surat kuasa.
Tanda Daftar Perusahaan berlaku selama Perusahaan tersebut masih beroperasi dan wajib didaftarkan ulang setiap 5 (lima) tahun.
Perusahaan yang dikecualikan dari Wajib Daftar Perusahaan adalah :
  1. Setiap perusahaan yang berbentuk jawatan (Perjan).
  2. Perusahaan kecil perorangan yang tidak memerlukan izin usaha

Dasar Hukum :
  1. Undang-undang  Republik Indonesia No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 14 tahun 2002 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
  3. Surat Keputusan Menperindag No:596/MPP/Kep/9/2004 tentang Standart Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan

Permohonan IMB bangunan gedung (badan hukum atau badan usaha)[2012]
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah persetujuan resmi dari Bupati untuk memulai/mengakhiri pekerjaan mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan. Termasuk dalam jenis izin IMB bangunan gedung milik badan hukum atau badan usaha adalah:
  1. Gedung kantor yang sudah ada desain prototipnya, atau bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai sampai dengan 2 lantai dengan luas sampai dengan 500m2.
  2. Gedung pelayanan kesehatan puskesmas.
  3. Gedung pendidikan tingkat dasar dan/ atau lanjutan dengan jumlah lantai sampai dengan 2 lantai

Izin Prinsip Usaha Industri Perkebunan

Izin Prinsip Usaha Industri Perkebunan adalah persetujuan tertulis yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk melakukan persiapan fisik industri, mesin/peralatan industri, tenaga kerja dan administrasi lairnya yang mendukung pembangunan usaha industri.
Dasar Hukum :
1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 786/KPTS/KB. 120/10/1996 tentang Perijinan Usaha Perkebunan

Surat Izin Usaha Perdagangan
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin yang diberikan kepada perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan.
SIUP wajib didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun.
SIUP terdiri atas :
  1. SIUP Kecil. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  2. SIUP Menengah. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 200.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  3. SIUP Besar. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP adalah sebagai berikut :
  1. Cabang/Perwakilan Perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan mempergunakan SIUP perusahaan pusat.
  2. Perusahaan kecil perorangan yang memenuhi ketentuan sbb :
    • Tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan
    • Diurus, dijalankan, atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau denga mempekerjakan anggota keluarga/kerabat terdekat
    • Keuntungan perusahaan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
  3. Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan, atau pedagang kaki lima

Dasar Hukum :
  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.289/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 5 Oktober 2001 Jo. Permerindag RI No.09/M-DAG/PSR/3/2006
Perpanjangan Surat Izin Usaha Perdagangan
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin yang diberikan kepada perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan.
IUP wajib didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun.
SIUP terdiri atas :
  1. SIUP Kecil. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  2. SIUP Menengah. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 200.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  3. SIUP Besar. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP adalah sebagai berikut :
  1. Cabang/Perwakilan Perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan mempergunakan SIUP perusahaan pusat.
  2. Perusahaan kecil perorangan yang memenuhi ketentuan sbb :
    • Tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan
    • Diurus, dijalankan, atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau denga mempekerjakan anggota keluarga/kerabat terdekat
    • Keuntungan perusahaan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
  3. Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan, atau pedagang kaki lima

Dasar Hukum :
  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.289/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 5 Oktober 2001 Jo. Permerindag RI No.09/M-DAG/PSR/3/2006
Surat Izin Usaha Perdagangan Besar
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin yang diberikan kepada perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan.
SIUP wajib didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun.
SIUP terdiri atas :
  1. SIUP Kecil. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  2. SIUP Menengah. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 200.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  3. SIUP Besar. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP adalah sebagai berikut :
  1. Cabang/Perwakilan Perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan mempergunakan SIUP perusahaan pusat.
  2. Perusahaan kecil perorangan yang memenuhi ketentuan sbb :
    • Tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan
    • Diurus, dijalankan, atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau denga mempekerjakan anggota keluarga/kerabat terdekat
    • Keuntungan perusahaan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
  3. Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan, atau pedagang kaki lima

Dasar Hukum :
  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.289/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 5 Oktober 2001 Jo. Permerindag RI No.09/M-DAG/PSR/3/2006
Surat Izin Usaha Perdagangan Kecil
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin yang diberikan kepada perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan.
SIUP wajib didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun.
SIUP terdiri atas :
  1. SIUP Kecil. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  2. SIUP Menengah. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 200.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  3. SIUP Besar. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP adalah sebagai berikut :
  1. Cabang/Perwakilan Perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan mempergunakan SIUP perusahaan pusat.
  2. Perusahaan kecil perorangan yang memenuhi ketentuan sbb :
    • Tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan
    • Diurus, dijalankan, atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau denga mempekerjakan anggota keluarga/kerabat terdekat
    • Keuntungan perusahaan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
  3. Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan, atau pedagang kaki lima

Dasar Hukum :
  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.289/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 5 Oktober 2001 Jo. Permerindag RI No.09/M-DAG/PSR/3/2006
Surat Izin Usaha Perdagangan Menengah
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin yang diberikan kepada perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan.
SIUP wajib didaftar ulang setiap 3 (tiga) tahun.
SIUP terdiri atas :
  1. SIUP Kecil. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  2. SIUP Menengah. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 200.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
  3. SIUP Besar. Merupakan SIUP yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dengan modal disetor dan kekayaan bersih (netto) perusahaan seluruhnya di atas Rp. 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP adalah sebagai berikut :
  1. Cabang/Perwakilan Perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan mempergunakan SIUP perusahaan pusat.
  2. Perusahaan kecil perorangan yang memenuhi ketentuan sbb :
    • Tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan
    • Diurus, dijalankan, atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau denga mempekerjakan anggota keluarga/kerabat terdekat
    • Keuntungan perusahaan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
  3. Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan, atau pedagang kaki lima

Dasar Hukum :
  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.289/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 5 Oktober 2001 Jo. Permerindag RI No.09/M-DAG/PSR/3/2006
Tanda Daftar Industri
Tanda Daftar Industri (TDI) adalah izin untuk melakukan kegiatan industri yang diberikan kepada semua jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan investasi perusahaan sebesar Rp. 5.000.000,- sampai denganRp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Dasar Hukum :
  1. Undang-undang No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 No.22, Tambahan Lembaran Negara No.3274).
  2. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.590/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, dan Tanda Daftar Industri
  3. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No.16 Tahun 2003 tanggal 23 September 2003 tentang Perizinan di Bidang Industri
  4. Peraturan menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 41/M-IND/PER/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, dan Tanda Daftar Industri

Izin Perluasan Industri dengan Persetujuan Prinsip
Izin Perluasan Industri dengan Persetujuan Prinsip adalah izin yang diberikan kepada perusahan industri yang memiliki Izin Perluasan Industri dengan Persetujuan Prinsip melakukan perluasan melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan sesuai izin usaha industri yang dimiliki, kecuali apabila perusahaan melakukan perluasan yang tercakup dalam lingkup jenis industrinya melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan bagi perusahaan yang hasil produksinya dimaksudkan untuk pasaran ekspor meskipun jenis industri tersebut dinyatakan tertutup bagi penanaman modal.
Dasar Hukum :
  1. Undang-undang No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 No.22, Tambahan Lembaran Negara No.3274).
  2. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.590/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, dan Tanda Daftar Industr
  3. Peraturan menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 41/M-IND/PER/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, dan Tanda Daftar Industri